This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

@bangkuta socius

Selasa, 13 Desember 2011

Definisi Masyarakat dari sudut pandang kebudayaan

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem
adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terkait oleh suatu rasa identitas
bersama (Koentjaraningrat, 1985).
Masyarakat adalah orang-orang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan (Selo
Soemardjan).

Masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan
kerjasama antar berbagai kelompok dan penggo longan, dari pengawasan tingkah
laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia (Mac Iver dan Puge, 1990).

Masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaankebiasaan,
tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama. (V.C. Gillin, 1986).

Definisi Organisasi

Definisi dan Pengertian pengorganisasian menurut para ahli sebagai berikut :
  1. Organisasi Menurut Stoner; Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.
  2. Organisasi Menurut James D.Mooney; Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
  3. Organisasi Menurut Chester I.Bernard; Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Pengertian organisasi
Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian Pengorganisasian.
Seperti telah diuraikan sebelumnya tentang Manajemen, Pengorganisasian adalah merupakan fungsi kedua dalam Manajemen dan pengorganisasian didefinisikan sebagai proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan-tujuan, sumber-sumber, dan lingkungannya. Dengan demikian hasil pengorganisasian adalah struktur organisasi.
Pengertian Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan meninjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.

Definisi Sukses

Banyak orang berbeda pendapat mengenai apa itu kesuksesan dan sukses...Tiap-tiap orang memandang berbeda mengenai apa itu sukses ..
Itu semua tergantung dari pemahaman mereka mengenai sukses
Ada yang mendefinisikan sukses berarti sukses dalam karir, sukses dalam pekerjaan...
Ada juga yang mendefinisikan sukses itu berarti sukses dalam keluarga dan mempunyai keluarga yang harmonis..
Tapi ada juga yang mendefinisikan sukses yakni menjalani dan menerima apa adanya hidup dengan segala macam beban dan problem hidup yang dilewatinya....Sukses bagi orang-orang kalangan ini ketika mampu bersabar ketika menghadapi musibah dan bersyukur ketika mendapat nikmat..
Bagaimana dengan anda??

ADA PERGESERAN DEFINISI “JANTAN”


Sebutan pekerjaan perempuan sekarang nyaris sudah tidak ada lagi karena pekerjaan-pekerjaan yang dulunya dikerjakan dan menjadi keahlian para wanita, sudah bisa diisi dan dikerjakan oleh kaum laki-laki bahkan kadang melebihi kemampuan para wanita. Sebut saja koki, perias dan perancang busana. Bahkan sudah tidak menjadi hal yang tabu dan memalukan lagi untuk hal seperti itu.
Beberapa factor turut andil sehingga fenomena seperti itu terjadi. Mungkin karena budaya dan waktu sehingga yang dulunya menjadi tabu dan menjadi cemoohan masyrakat sekarang menjadi hal yang lumrah dan biasa, juga turut disebabkan sifat masyarakat sekarang yang lebih permissive dan menerima konsep tersebut.
Konsep jantan juga sudah berubah di mata masyarakat itu sendiri. Jantan sekarang didefinisikan sebagai sikap yang bertanggung jawab dan sayang pada keluarga dan bukan diartikan jantan secara fisik atau sisi maskulin semata.
Hal lain juga adalah tuntutan ekonomi. Dengan keadaan ekonomi yang menjadi sangat susah dan sulit, menjadi sangat lucu untuk mempertanyakan pembagian kerja ala gender tersebut sehingga pekerjaan apapun yang bisa dikerjakan walaupun dulunya adalah bidang wanita,kenapa tidak juga dilakukan.

CONTOH JUDUL - JUDUL SKRIPSI



 

Jika anda memang kesulitan untuk mencari judul skripsi PAI, kami memiliki beberapa koleksi judul yang mungkin bisa membantu anda dalam membuat kerangka judul yang benar dan tepat
1. Faktor-Faktor Penyebab Remaja Putus Sekolah dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Remaja di Leon Desa Tokkonan Kec. Enrekang Kab. Enrekang (Erni)

2. Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga terhadap Sikap Keagamaan Siswa SMK Tri Tunggal 45 Makassar (Huzaimah)

3. Toleransi antar umat beragama dan pengaruhnya terhadap Perkembangan Islam di Kec. Sumarorong Kab. Mamasa Sulbar (Rusli)

4. Penerapan Manajemen Pembelajaran Sebagai Usaha Peningkatan Prestasi Belajar Siswa MAN Model Makassar (Suriany)

5. Pengaruh Pemberian Remedial Langsung terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam pada Siswa Kls. VIII (Nasrullah)

6. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat Remaja Mengikuti Shalat Berjamaah dan Upaya untuk Mengatasinya di Desa Labuaja Kec. Kahu Kab. Bone (Suhaeba)

7. Pentingnya Kompetensi Pedagogik (Sari Yunus)

8. Pandangan Pendidikan Islam terhadap Pemahaman Masyarakat Bugis tentang Pemmali di Desa Samaenre Kec. Bengo Kab. Bone (Syamsia)

9. Kompleksitas Kehidupan Beragama Remaja Studi Kasus Padang Sappa Kec. Pinrang Kab. Luwu (Kasniati)

10. Efektifitas Metode Belajar Advokasi dalam Meningkatkan Minat Belajar terhadap Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 1Benteng Selayar (Syaparuddin)

11. Pengaruh Penerapan Metode Mengajar terhadap Daya Serap Bahan Ajar Siswa SMP Neg. 26 Makassar (Henny Anwar)

12. Dampak Perilaku Guru Terhadap Mutu Pendidikan di SMA Negeri 9 Makassar (Muh. Misbahuddin)

13. Problematika Keluarga dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak di Desa Kampung Baru Kec. Banda Kab. Maluku Tengah (Abrar Johar)

14. Eksistensi Penyuluh Agama Islam dalam Meningkatkan Pengajaran Pengajian Dasar Al-Qur’an pada TPA Ar- Rahaman di Desa Cinennung Kab. Bone (Hermawati)

15. Pengaruh Kepribadian dan Kewibawaan Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Madrasah aliyah Ponpes An- Nahdah Layang UP Makassar (Rustang)

16. Study Kooperatif Efektifitas Antara Metode Revitasi dengan Metode Ceramah Terhadap Prestasi Belajar PAI Siswa Kls. II SMP Muhammadiyah Makassar (Muslimah Jalaluddin)

17. Korelasi Antara Tingkat Kesejahteraan dengan Kesadaran Mengajar Guru di Madrasah Aliyah Ma’had DDI Pangkajene Sidrap (Muh. Anwar S.)

18. Studi Tentang Metode Pembinaan Aqidah Islam pada Anak-Anak Cacat di SLB Pembina Tingkat Propinsi Sulawesi Selatan (Hasmawati)

19. Sikap Pesimis Remaja Putus Sekolah di Desa Kabiraan Kec. Ulumanda Kab. Majene dan Cara Mengatasinya Menurut Konsep Pendidikan Islam (Muh. Firdaus)


SKRIPSI


setiap mahasiswa pastilah akan menempuh yang namanya skripsi. hal ini tidak mungkin lepas dari dunia mahasiswa tingkat akhir untuk mendapatkan sebuah gelar, masa-masa mengerjakan skripsi adalah masa paling sulit dalam dunia mahasiswa namun hal ini akan mendidik seorang mahasiswa untuk menjadi lebih baik untuk meniti masa depan, jadi buat mahasiswa tingkat akhir yang sedang menempuh skripsi selamat berkutat dengan data-data dan menikmati nyanyian printer melewati hari-hari yang sulit.
tidak sedikit mahasiswa yang menghabiskan waktu bertahun-tahun bersama skipsi yang akan mengantarkan mereka pada sebuah pengakuakn besar atas jerih payah bertahun-tahun di universitas maupun sekolah tinggi
berikut ini sebuah contoh skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. Kegiatan tersebut akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain adalah sampah dan limbah medis maupun non medis yang dapat menimbulkan penyakit dan pencemaran yang perlu perhatian khusus. Oleh karenanya perlu upaya penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dan karyawan akan bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari sampah maupun limbah rumah sakit (Yuliansah, 1996).
Sampah atau limbah rumah sakit dapat mengandung bahaya karena dapat bersifat racun, infeksius dan juga radioaktif Selain itu, karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit menjadi sumber segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber distribusi penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan, dan dikunjungi oleh orang-orang yang rentan dan lemah terhadap penyakit. Di tempat ini dapat terjadi penularan baik secara langsung (cross infection), melalui kontaminasi benda-benda ataupun melalui serangga (vector borne infection) sehingga dapat mengancam kesehatan masyarakat umum (Suwarso, 1996).
Ada beberapa metode standart dalam penentuan amoniak dalam air antara lain yaitu kolorimetri, titrimetri, dan metode instrumental dengan elektroda membran selektif terhadap amoniak (Radojevic dan Vladimir, 1999). Pada cara kolorimetri ada dua macam metode yang dapat digunakan yaitu metode Nessler dan phenat (Mahbub, dkk, 1986). Prinsip penentuan kadar amoniak dengan metode Nessler adalah amoniak direaksikan dengan reagen Nessler (K2HgI4) dalam suasana basa membentuk senyawa kompleks berwarna kuning hingga kuning kecoklatan. Reagen dibuat dari campuran KI dan HgI2. Intensitas warna yang terjadi akan sebanding dengan kosentrasi amoniak dalam sampel dan serapannya diukur pada spektrofotometi pada panjang gelombang 420 nm (Baker. Et.All, 1992).

Spektrofotometri UV-Vis adalah metode yang banyak digunakan dalam analisis lingkungan karena luas penggunaannya yaitu banyak bahan kimia anorganik dan organik menyerap pada daerah UV, memiliki sensivitas, akurasi, dan selektivitas yang tinggi, sedeharna dan mudah untuk digunakan (Radojovic dan Vladimir, 1999).


ABSTRAK



ABSTRAK
Masrokah, NPM. 08110067, Mahasiswa Jurusan PPKn. “Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran PPKn pada Siswa di SMP Pancasila Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 2010-2011”
Kata Kunci : Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions),
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa
Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu tugas utama guru, tetapi dalam proses pembelajaran masih sering ditemui adanya kecenderungan meminimalkan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan kecenderungan siswa lebih bersifat pasif, sehingga mereka lebih banyak menunggu sajian guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan atau sikap yang mereka butuhkan. Selama ini proses pembelajaran mata pelajaran PPKn yang ditemui masih bersifat konvensional, seperti ekspositori, drill bahkan ceramah melulu. Proses ini hanya menekankan pada pencapaian tuntutan kurikulum dan penyampaian tekstual semata daripada mengembangkan kemampuan belajar dan membangun individu. Kondisi seperti ini tidak menumbuhkembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang diharapkan. Akibatnya nilai-nilai yang didapat tidak seperti yang diharapkan, oleh karena itu perlu penerapan pembelajaran yang dapat melatih siswa memecahkan masalah dengan mengembangkan prinsip kerjasama antar siswa sehingga pemahaman materi pada mata pelajaran PPKn tingkat SMP dapat ditingkatkan.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar Mata Pelajaran PPKn pada siswa di SMP Pancasila Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 2010-201 dan untuk mengetahui seberapa besar keterlibatan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran model STAD Mata Pelajaran PPKn di SMP Pancasila Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 2010-2011.
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Pancasila Kabupaten Demak yang dilaksanakan selama 2 siklus dalam bulan Januari sampai dengan Maret 2011. Pembelajaran yang dilakukan pada penelitian ini terlaksana dalam tiga pertemuan. Pertemuan I, pelaksanaan penyampaian materi menggunakan metode pembela- jaran ceramah bervariasi, Pertemuan II menggunakan metode pembelajaran kooperatif model STAD, Pertemuan III menggunakan pembelajaran kooperatif diskusi model STAD dengan media kliping, sedangkan pada pertemuan berikutnya berupa evaluasi.
Dari hasil penelitian dengan sampel penelitian siswa kelas VII sejumlah 23 siswa di SMP Pancasila Kabupaten Demak, didapatkan pada siklus I dengan model STAD rata-rata nilai hasil evaluasi 68,09 Ketuntasan Klasikal sebesar 78,26 % dengan KKM 64 dan pada siklus II rata-rata nilai hasil evaluasi meningkat menjadi 76,74 Ketuntasan Klasikal sebesar 100 % dengan KKM 64. Siswa sangat berperan aktif dalam proses pembelajaran model STAD dengan media kliping pada Mata Pelajaran PPKn kelas VII Tahun Pelajaran 2010-2011 di SMP Pancasila Kabupaten Demak.


Sosiologi Konflik (2)



Metodologi dalam ilmu sosial yang akan dibahas disini adalah melalui tiga mazhab saja, yaitu positivis, humanis, dan kritis.
< Ilmu Sosial Positivis >

Filsafat modern berkembang melalui dua aliran, pertama yang dibidani oleh Plato yang mengutamakan kekuatan rasio manusia, yaitu pengetahuan murni dianggap dapat diperoleh melalui rasio itu sendiri (apriori). Kedua adalah Aristoteles yang memerhatikan peranan empiris terhadap objek pengetahuan (aposteriori).

< Ilmu Sosial Humanis >
Margaret M. Polona dengan mengutip Cotton (1966) dan Wong (1976) menjelaskan; berbeda dengan sosiologi naturalis atau positivis, sosiologi humanistis bertolak dari tiga isu penting, yaitu pertama, tidak seperti sosiologi naturalis, sosiologi humanistis menerima "pandangan 'common-sense' tentang hakikat sifat manusia, dan mencoba menyesuaikan dan membangun dirinya di atas pandangan itu; kedua, para ahli sosiologi humanis itu yakin bahwa pandangan 'common-sense' tersebut dapat dan harus diperlakukan sebagai premis dari mana penyempurnaan perumusan sosiologi berasal. Dengan demikian, pembangunan teori dalam sosiologi bermual dari hal-hal yang kelihatannya jelas, ada dalam kehidupan sehari-hari dan umum; ketiga, sosiologi humanis 'mengetengahkan lebih banyak masalah kemanusiaan ketimbang usaha untuk menggunakan preskripsi metodologis yang bersumber dalam ilmu-ilmu alam untuk mempelajari masalah-masalah manusia'" (Poloma, 1994 : 10).

Aliran ilmu sosial humanistis memandang bahwa sejarah dan pemahaman terhadap dunia sosial, dunia sehari-hari yang meliputi tindakan dan pemaknaan, bahasa, menjadikan pijakan untuk melihat realitas.

< IIlmu Sosial Kritis >
Ilmu sosial kritis adalah tradisi yang meyakini bahwa ilmuwan sosial mempunyai kewajiban moral mengajak dalam melakukan kritik masyarakat. Kepentingan teori sosial adalah emansipasi yang membebaskan masyarakat dari kekejaman struktur sosial menindas. Mereka menolak memisahkan analisis dari pertimbangan dan fakta dari nilai. Seperti yang disampaikan oleh Hardiman bahwa "Teori kritis hendak menembus realitas sosial sebagai fakta sosiologis, untuk menemukan kondisi-kondisi yang bersifat transendental yang melampauii data empiris. Teori kritis juga bersifat historis dan tidak meninggalkan data yang diberikan oleh pengalaman konstektual. Dengan demikian, teori kritis merupakan dialektika antara pengetahuan yang bersifat transendental dan empiris" (Hardiman, 1990 : 30).


Sosiologi Konflik (1)



 
Manusia adalah makhluk konfliktis (homo coflictus) yaitu makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa. Pertentangan sendiri bisa muncul ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak berseberangan.

Menurut Pruit dan Rubin dengan mengutip Webster bahwa "konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dicapai secara simultan" (Pruit & Rubin, 2004 : 10). Jika memahami konflik pada dimensi ini, maka unsur-unsur yang ada didalam konflik adalah persepsi, aspirasi, dan aktor yang terlibat didalamnya. Artinya, dalam dunia sosial yang ditemukan persepsi, maka akan ditemukan pula aspirasi dan aktor.

Konflik bisa muncul pada skala yang berbeda seperti konflik antar orang (interpersonal conflict), konflik antar kelompok (intergroup conflict), konflik antara kelompok dengan negara (vertical conflict), konflik antar negara (interstate conflict). Setiap skala memiliki latar belakang dan arah perkembangannya. Masyarakat manusia di dunia pada dasarnya memiliki sejarah konflik dalam skala antara perseorangan sampai antara negara. Konflik yang bisa dikelola secara arif dan bijaksana akan mendinamisasi proses sosial dan bersifat konstruktif bagi perubahan sosial masyarakat dan tidak menghadirkan kekerasan. Namun dalam catatan sejarah masyarakat dunia, konflik sering diikuti oleh bentuk-bentuk kekerasan, seperti perang dan pembantaian.


Sosiologi dan Krisis Keuangan Global

Dunia mulai menyadari krisis keuangan global sedang menghantam pertahanan budaya, ekonomi, dan sosial segenap lapisan masyarakat. Seperti biasa, politisi dan ekonom di Barat optimistis menanggapi krisis ini: ekonomi dunia akan pulih kembali akhir 2008 atau pada 2009.

Akhir Maret lalu Academia Sinica, pusat ilmu pengetahuan prestisius Taiwan, menyelenggarakan konferensi sosiologi sedunia. Diselenggarakan di Taipei, konferensi yang dihadiri sosiolog dari 50 negara ini menampilkan dua pembicara utama: Michel Wieviorka, sosiolog Perancis sekaligus Presiden Asosiasi Sosiologi Internasional, dan Michael Burawoy, mantan Presiden Asosiasi Sosiologi Amerika.

Burawoy dikenal sebagai pencetus gagasan sosiologi publik, gagasan yang kini menjadi perdebatan sosiolog di seluruh dunia. Wieviorka memaparkan pemikirannya mengenai krisis keuangan global dan menawarkan jalan keluar yang berbeda dibandingkan dengan politisi dan ekonom.

Kerusakan sistem

Menurut Wieviorka, krisis ini disebabkan kerusakan sistem kapitalisme dunia yang pada awal milenium ini telah berkembang ke tingkat superkapitalisme. Sistem ini ditandai oleh dominasi perusahaan keuangan dalam menggerakkan ekonomi dunia. Bila pada masa lalu perusahaan keuangan berfungsi sebagai penghubung antara pengusaha dan konsumen, pada masa kini mereka mengontrol hampir semua sektor ekonomi dunia.

Sistem ini juga ditandai oleh hilangnya hubungan sosial antara pemerintah, pemilik saham, serikat pekerja, dan masyarakat konsumen. Mekanisme mengatur diri sendiri telah menjadi ”tulang sumsum” di tubuh superkapitalisme. Mekanisme ini yang, dalam ilmu ekonomi, diyakini dapat meningkatkan efisiensi dan telah menjelma menjadi binatang buas tak terkendali.

Dalam wawancara dengan BBC, mantan Wakil Presiden Perusahaan Keuangan Enron Sherron Watkins mengungkapkan kebengisan perusahaan keuangan di Amerika Serikat. Katanya, tidak sedikit perusahaan keuangan memanipulasi laporan keuangan. Berkolusi dengan lembaga pengawas keuangan dan ditopang oleh pengacara yang tangguh, mereka dapat mengancam siapa saja yang membeberkan kecurangan mereka ke media.

Krisis keuangan global ini sesungguhnya tidak tiba-tiba muncul. Sebab-sebab terjadinya krisis ini dapat ditelusuri jauh ke belakang. Pada pertengahan dasawarsa 1970-an dunia menyaksikan redupnya kapitalisme kesejahteraan. Paradigma ini pelan, tetapi pasti diganti dengan paradigma kapitalisme pemegang saham.

Dalam kurun waktu itu, dunia Barat, terutama AS, menyaksikan redupnya serikat buruh, peralihan interaksi antarkelompok ke tangan para penjamin berlapis- lapis, dan sistem yang memungkinkan gerakan modal global yang amat lentur. Kapitalisme pemegang saham tumbuh dan mendominasi kehidupan ekonomi tanpa menghadapi perlawanan kelompok mana pun di AS.


Krisis global ini tidak dapat dipisahkan dari kondisi sosiologi dan ilmu sosial di seluruh dunia. Pada era kapitalisme pemegang saham, kita menyaksikan dominasi sosiologi Amerika di seluruh penjuru dunia. Jenis sosiologi ini, sungguhpun tidak semua, telah lama meninggalkan pemikiran sosiologi klasik yang telah mengilhami pemimpin politik di Barat membangun kapitalisme berwajah kemanusiaan.

Burawoy menawarkan perlunya mengembangkan sosiologi alternatif sebagai jalan keluar menghadapi dominasi tersebut. Dengan kemunculan sosiologi alternatif ini, sosiologi di tingkat global menjadi bersifat multipolar. Sosiolog dari luar Amerika dan Eropa perlu mengontekstualkan konsep dan teori Barat dengan mengkritik, memperbaiki, dan memperkaya ilmu sosial Barat, dan bukan sebaliknya: menelan mentah-mentah.

Ada dua pelajaran berharga yang dapat dipetik dari konferensi ini. Pertama, sungguhpun kapitalisme pemegang saham belum mendominasi ekonomi Indonesia, kecenderungan berkembangnya jenis kapitalisme ini— terutama di sektor properti, pertambangan, dan konsumsi—sudah terasa sejak 10 tahun lalu. Sosiolog Indonesia perlu mempelajari akibat sosial, ekonomi, dan politik yang dipikul masyarakat bila perusahaan-perusahaan di sektor tersebut dimiliki oleh pemilik saham yang berdomisili di mancanegara.

Kedua, selama 10 tahun terakhir, Indonesia dibanjiri pelbagai macam konsep dari Barat, seperti privatisasi dan good governance. Sosiolog Indonesia perlu mengontekstualkan konsep tersebut untuk situasi Indonesia. Dengan cara semacam ini, Indonesia tak lagi perlu mematuhi begitu saja saran lembaga keuangan multilateral dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan publik.

KEGUNAAN/ MANFAAT ILMU SOSIOLOGI




Sosiologi mempunyai kegunaan dalam menemukan sebab terjadinya masalah sosial dan dalam tahap pembangunan.
1) Dalam menemukan sebab terjadinya masalah sosial
Sesuai dengan objek kajiannya, sosiologi terutama meneliti gejala-gejala dalam masyarakat , seperti norma-norma, kelompok sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, serta perwujudannya. Tetapi dalam masyarakat, gejala-gejala tersebut sebagian ada yang berlangsung tidak dengan semestinya atau tidak normal. Gejala-gejala yang tidak normal tersebut dinamakan sebagai masalah sosial. Sosiologi dalam hal ini bermanfaat dalam hal menyoroti masalah –masalah sosial walaupun sebenarnya sosiologi juga bermanfaat bagi bidang-bidang lainnya, misalnya pemerintahan, pendidikan, juga industri
Dalam sosiologi, untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi seperti kemiskinan, masalah yang terjadi pada generasi muda, alkoholisme bahkan pelacuran, diperlukan suatu perencanaan sosial yang baik. Untuk itu, terlebih dahulu perlu dilihat lagi masalah-masalah sosialseperti apakah yang sebenarnya dihadaoi
Sosiologi berusaha mempelajari masalah-masalah sosial tersebut dengan tujuan untuk menemuka sebab terjadinya masalah tersebut, tetapi tidak terlalu menekankan pada pemecahan atau jalan keluar dari masalah tersebut. Dengan penelitian yang dilakukan, akan diperoleh ata dan kemudian digunakan untuk merencanakan kebijakan yang menyangkut masyarakat.
2) Dalam tahap pembangunan
Suatu penelitian yang dilakukan pada dasarnya bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran yang sejalan dengan hasrat atau keinginan manusia untuk mengetahui apa yang dihadapinya dalam kehidupan. Selain itu, penelitian juga merupakan saran bagi masyarakat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
Penelitian dalam sosiologi sendiri merupakan proses pengungkapan kebenaran dengan menggunakan konsep-konsep dasar seperti interaksi sosial, kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, lapisan sosial, kekuasaan, dan wewenang, perubahan-perubahansosial, dan masalah sosial. Hasil penelitian sosiologi nantinya dapat dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu sosial lainnya, karena penelitian sosiologi banyak memusatkan perhatian kepada masyarakat.


Konsep Kekuasaan dalam Ilmu-Ilmu Sosial



Gabung Diskusi Komunitas

Dalam hegemoni budaya, terdapat pertautan yang erat antara relasi kuasa dan kekekerasan dalam kehidupan manusia. Sebagaimana pemikiran Antonio Gramsci, seorang pemikir neo-marxis dari Italia, yang menyatakan bahwa kekuasaan dapat dilanggengkan melalui strategi hegemoni, yang dimaksudkan adalah peran kepemimpinan intelektual dan moral untuk menciptakan ide-ide dominan. Relasi kekuasaan dan kekerasan menjadi tidak kentara, dalam artian kekerasan yang ada tertutupi oleh kekuasaan yang bekerja secara halus melalui representasi simbol-simbol. Pierre Bourdieu, adalah salah satu tokoh pemikir yang memberikan perspektif baru mengenai pertautan kekuasaan dan kekerasan. Dari Bourdieu, kita belajar mengeja isyarat untuk kemudian menguak modus operandi kekuasaan yang terselubung di dalam praktik simbolik bahasa/wacana sehingga melahirkan kekerasan simbolik sebagai sebuah mekanisme sosial untuk mereproduksi kekuasaan.MEMANASNYA suhu politik berkenaan dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum pada tahun 2009, menyebabkan ’Politik dan kekuasaan’ menjadi topik hangat dan menjadi bahan perbincangan di warung-warung hingga pada forum ilmiah. Banyak konsep yang diangkat dan digunakan untuk menganalisis dan membedah konsep kekuasaan. Dalam pembahasan tentang konsep kekuasaan dalam ilmu-ilmu sosial akan difokuskan pada pemikiran Foucault tentang seksualitas dan kekuasaan. Sekaligus juga dibahas tentang kuasa pengetahuan dan penyingkapan kuasa simbol pemikiran Pierre Bourdieu serta konsep dominasi dan hegemoni budaya dari Antonio Gramsci.

Hegemoni merupakan konsep penting bagi keragaman intelektual gagasan sosial modern dan merupakan salah satu masalah konseptual paling serius dalam Marxisme. Hegemoni berkaitan dengan ideologi yang memiliki cakupan melebih semua bidang sosial, budaya, dan ekonomi dalam suatu masyarakat. Hegemoni adalah konsep yang digunakan untuk menjelaskan wawasan dunia yang bertujuan membekukan dominasi suatu kelas ekonomi terhadap kelas yang lain. Dalam konteks itulah, gagasan Gramsci tentang hegemoni budaya memiliki pengaruh yang sangat besar dewasa ini. Problematika yang diidentifikasi Gramsci adalah dominasi mutlak kapitalisme sebagai suatu sistem sosial dalam masyarakat yang gagal mengatasi berbagai permasalahan mendasar dalam hal ketidakseimbangan politik, ekonomi dan sosial.
Bagaimana ideology hegemonik dapat membentuk dan mempengaruhi alam pikiran masyarakat? Secara sistematis ideology hegemoni ’mencekoki’ individu dan masyarakat dengan pikiran-pikiran tertentu, bias-bias tertentu, system-sistem preferensi tertentu. Di mana kekuasaan cenderung melakukan hegemoni makna terhadap kenyataan sosial (Ibrahim, dkk, 1997). Secara Individu maupun sosial seringkali pola pikir kita lebih banyak dipengaruhi atau dicekoki oleh pikiran-pikiran tertentu yang acapkali sangat bias. Kebanggaan dan kecintaan kita terhadap tanah air dan pelbagai hasilnya semakin lama semakin melemah karena adanya dorongan yang sangat kuat dari kapitalisme global. Akibatnya, kita lebih bangga menjadi konsumen barang-barang import daripada tampil sebagai bangsa yang memproduksi atau menggunakan produk-produk dalam negeri. Dalam konteks inilah, pendidikan nilai dan visi baru melalui pendidikan karakter bangsa dapat menjadi suatu upaya dan langkah yang amat mendasar untuk melakukan counter hegemony.
Sistem simbol memiliki kekuatan untuk memberikan pemaknaan bagi realitas sosial. Lewat proses pencitraan, sistem simbol memperoleh daya abstraknya guna mengubah makna, menggiring cara pandang, hingga mempengaruhi praktik seseorang maupun kelompok. Simbol memiliki kekuatan untuk membentuk, melestarikan dan mengubah realitas. Kekuatan simbol ini mengandung energi magis yang bisa membuat orang percaya, mengakui, serta tunduk atas kebenaran yang diciptakan oleh tata simbol. Kekuatan simbol mampu menggiring siapapun untuk mengakui, melestarikan atau mengubah persepsi hingga tingkah laku orang dalam bersentuhan dengan realitas. Daya magis simbol tidak hanya terletak pada kemampuannya merepresentasikan kenyataan, tetapi realitas juga dipresentasikan lewat penggunaan logika simbol.
Dalam mengapresiasi bentuk-bentuk simbol, individu-individu dalam proses pembentukan (constituting) dan pembentukan kembali (reconstituting) makna yang sedang berlangsung. Bourdieu menjelaskan logika dan praktik permainan sosial yang dipadati semangat kompetisi antar pelaku sosial. Ini semua dilakukan untuk menguak pertarungan antar kuasa yang dijalankan pelaku sosial dalam berbagai posisi yang mereka tempati.
Masih dalam pemikiran Bourdieu, para pelaku sosial yang menempati posisi dominan dalam suatu ranah adalah mereka yang ’diberkahi’ atau mereka yang secara istimewa memiliki akses terhadap berbagai jenis modal. Dalam memproduksi serta menaikkan nilai simbolik, yang mendominasi memakai strategi perbedaan (distinction) dalam arti mereka berupaya membedakan dirinya dari kelompok sosial yang berada dibawahnya. Semakin besar kelompok dominan mengakumulasi modal, semakin besar pula nilai simbolik yang hadir. Misalnya, dalam ranah musik, mereka yang berpunya dan terdidik akan lebih memilih musik klasik sebagai bentuk representasi keistimewaan status mereka.
Strategi mempertahankan dan melestarikan sebuah kekuasaan mengandaikan penggunaan kekuasaan. Pertautan keduanya – kekuasaan dan kekerasan – seringkali terwujud dalam bentuk yang plural. Ada yang mengabsahkan pemakaian segala cara, meskipun buruk yang penting kekuasaan tetap terjaga (pemikiran Machiavelli). Akan tetapi, praktik dominasi kekuasaan tidak semata-mata diadakan melalui kekerasan fisik. Antonio Gramsci adalah yang pertama menyatakan bahwa kekuasaan dapat dilanggengkan melalui strategi hegemoni. Hegemoni yang dimaksud oleh Gramsci ialah peran kepemimpinan intelektual dan moral untuk menciptakan ide-ide dominan. Dengan begitu, relasi kekuasaan dan kekerasan menjadi tidak kentara dalam artian kekerasan yang ada tertutupi oleh kekuasaan yang bekerja secara halus melalui representasi simbol-simbol. Seperti yang dikatakan oleh Bourdieu, sistem simbol menandai praktik dominasi baru dalam masyarakat pasca industri. Dari Bourdieu, kita belajar mengeja isyarat untuk kemudian menguak modus operandi kekuasaan yang terselubung di dalam praktik simbolik bahasa/wacana sehingga melahirkan kekerasan simbolik sebagai sebuah mekanisme sosial untuk mereproduksi kekuasaan (Fauzi Fashri, 2007:1-17).
Ilmu pengetahuan dikatakan juga dapat menjadi alat kekuasaan dan berpeluang menjadi sumber kekerasan, ketika terjebak ke dalam kebenaran tunggal. Ketidak puasan terhadap kondisi tersebut kemudian melahirkan perkembangan dalam ilmu pengetahuan, dengan lahirnya para pemikir filsafat kontemporer. Filsafat kontemporer menolak dan meninggalkan gagasan tentang satu kebenaran tunggal atau pandangan holistik untuk memberi tempat pada pengkajian tentang hasrat menemukan kebenaran itu sendiri. Filsafat masa kini mengkaji pembentukan berbagai teori, berbagai hipotesis disusun kembali, pengujaran diperhitungkan; demikian pula jangkauan dari dampak berbagai wacana. Inilah tahapan perkembangan filsafat kontemporer yang cenderung melihat masyarakat sebagai pelaku pembentukannya sendiri, sebagai suatu sistem yang tidak direkayasa. Salah satu tokoh pemikir filsafat kontemporer Perancis yang penting adalah Michel Foucault.
Pemikiran filsafat yang dikategorikan ke dalam sejarah filsafat kontemporer sangat beragam, dan banyak ditekankan pada permasalahan yang dihadapi oleh manusia secara pribadi maupun kolektif. Dapat disebutkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh manusia secara pribadi dan kolektif dalam konteks ruang dan waktu pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari kerangka kekuasaan. Kekuasaan adalah elemen kunci dalam membahas diskursus yang berkembang dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Gagasan Michel Foucault tentang kekuasaan sangat penting, khususnya tentang ‘kekuasaan yang tersebar’, memungkinkan kelompok-kelompok marginal, termasuk kelompok perempuan diharapkan dapat menggunakan untuk mengeksplorasi dan membongkar permasalahan yang membelenggu kehidupan mereka.
Dalam konteks itu, Mudji Sutrisno (2007) dalam bukunya yang berjudul Teori-Teori Kebudayaan, mengatakan bahwa pemikiran Foucault dapat digunakan menjadi alat picu kebangkitan kesadaran akan kolektivitas dan pluralitas peradaban. Foucault, dengan pemikiran filosofisnya, merupakan daya dorong bagi etnis-etnis di Indonesia untuk mengeksplorasi keberadaannya, melalui usaha-usaha menafsirkan kebenaran, membangun sistem makna, serta merumuskan tujuan dan arah hidup, baik secara personal maupun kolektif dengan berpijak pada locam wisdom masing-masing etnis.
Mengkontekstualisasikan pemikiran Foucault tentang kekuasaan dan seksualitas di Indonesia, diharapkan dapat menyingkap lapisan terdalam yang ada dalam nilai-nilai budaya dan menggali makna baru dari tubuh dan kondisi kesehatan perempuan. Gagasan Foucault tentang femininitas, maskulinitas dan seksualitas sebagai akibat praktik disiplin dan diskursif, efek diskursus atau buah relasi pengetahuan – kuasa. Bagi Foucault, seksualitas adalah produk relasi kuasa melalui hubungan kompleks dan interaksi praktik disiplin-diskursif, yang membentang dari confession, pedagogisasi seksualitas anak, hingga medikalisasi dan psikiatrisasi seksualitas (Sutrisno, 2007: 159-160).
Dalam buku yang berjudul Sejarah Seksualitas, Foucault menjelaskan relasi antara tubuh dan diskursus tentang seks, yang mengandung berbagai tabu dan larangan. Wacana tentang seksualitas manusia tertera pada dua tataran pengetahuan yang sangat berbeda: pertama, semacam biologi reproduksi, yang berkembang terus-menerus menurut norma-norma umum keilmuan, dan kedua, semacam ilmu kedokteran seks yang dibentuk berdasarkan kaidah-kaidah yang sama sekali berbeda. Di antara biologi reproduksi di satu pihak dan ilmu kedokteran seks di pihak lain, tak ada tanda pertukaran informasi satu pun; sama sekali tak ada strukturisasi timbal balik; biologi reproduksi hanya memainkan peran penjamin dari jauh, dan secara fiktif, kebenaran-kebenaran yang diungkap oleh kedokteran seks; suatu jaminan umum yang di bawah naungannya berbagai hambatan moral, pilihan ekonomi atau politis, dan berbagai ketakutan tradisional, dapat diterakan kembali dalam suatu kosakata yang berwarna ilmiah.
Foucault juga menjelaskan bagaimana sistem paksaan besar dan tradisional untuk memperoleh pengakuan seksual dapat dibangun dalam bentuk-bentuk yang ilmiah:
1. Dengan jalan membakukan sebagai ilmu klinis prosedur “menyuruh bicara”: mengkombinasikan pengakuan dan pemeriksaan;
2. Dengan postulat suatu kausalitas umum dan ke segala arah: pada abad ke-19 hampir tidak ada penyakit atau gangguan fisik yang tidak dikaitkan dengan (paling tidak) etiologi seksual;
3. Dengan asas mengganggap seksualitas sebagai sesuatu yang secara hakiki bersifat laten: dengan mengintegrasikan seks dalam suatu rencana wacana ilmiah, abad ke-19 telah menggeser pengakuan. Asas seksualitas yang pada dasarnya laten memungkinkan untuk memberi landasan ilmiah bagi tekanan pengakuan yang memang sulit dilakukan;
4. Dengan metode interpretasi:dengan membuat pengakuan bukan lagi sebagai bukti melainkan sebagai tanda, dan dengan membuat seksualitas sebagai sesuatu yang harus ditafsirkan, telah dibuka kemungkinan untuk memfungsikan berbagai prosedur pengakuan dalam bentuk yang beraturan seperti lasimnya wacana keilmuan;
5. Melalui medikalisasi berbagai dampak pengakuan: perolehan pengakuan dan berbagai dampaknya dikodifikasikan kembali dalam bentuk berbagai kegiatan penyembuhan. Di situ seksualitas ditetapkan sebagai “kodrat”: suatu bidang yang tertembus oleh berbagai proses patologis, dan karena itu menghendaki berbagai intervensi penyembuhan atan normalisasi; suatu wilayah pemaknaan yang harus dipilah; suatu tempat berbagai proses disembunyikan oleh berbagai mekanisme khas; rumah bagi hubungan kausalitas tak terhingga, suatu wacana kelam yang sekaligus harus ditangkap dan didengarkan.
Salah satu point penting dalam buku tersebut adalah bahwa seksualitas lebih merupakan produk positif kekuasaan daripada kekuasaan yang menindas seksualitas. Foucault mengatakan bahwa kita sebenarnya baru memiliki gagasan seksualitas sejak abad ke-18 dan seks sejak abad ke-19. Apa yang kita miliki sebelumnya adalah, tidak diragukan lagi, hanyalah daging. Karya Foucault memperlihatkan bagaimana pada abad ke-19 proses pelatihan dan regulasi tubuh manusia terjadi di lingkup lokasi institusional spesifik yang luas: di pabrik, penjara dan sekolah. Keseluruhan hasil praktik pendisiplinan ini adalah tubuh yang berguna dan jinak, produktif dan patuh. Dan kemudian, pada awal abad ke-20, wacana seks mulai menjadi kajian keilmuan. Contoh utama wacana seksualitas modern yang diajukan Foucault, pengakuan ilmiah baru, adalah psikoanalisis. Ia mengatakan dengan mengasumsikan insting seksual Freud membuka wilayah baru dominasi ilmu atas seksualitas.
Pemikiran tentang seksualitas dan kekuasaan merupakan kontribusi utama Foucault atas ilmu-ilmu sosial, di mana terdapat deskripsi mengenai pengaturan politik tubuh dalam, melalui, dan atas tubuh fisik. Kekuasaan berakar di dalam kekuasaan atas tubuh (biopower) dan di dalam setiap aktivitas kecil mikrokopik tubuh (mikrofisika, istilah yang diberikan Foucault) dalam setiap institusi politik tubuh (dalam Anthony Synnott, 2007: 369-374).
Konstruksi politis dan filosofis mengenai tubuh tumbuh bersamaan dengan berbagai konstruksi ilmiah. Perkembangan mutakhir dalam ilmu kedokteran mendorong konstruksi atas tubuh menjadi mekanistik dan materialistik. Bedah plastik dan pencangkokan merupakan salah satu perkembangan paling cepat dalam kedokteran di Amerika Serikat, lebih dari dua juta operasi dilakukan setiap tahunnya.dengan kata lain, tubuh bukan lagi “pemberian” (secara tradisional hadiah dari Tuhan); ia bersifat plastis, dapat dibentuk dan dipilih berdasarkan kebutuhan atau tingkah lakunya. Meski makna tubuh diperdebatkan selama berabad-abad, tetap saja tidak ada tanda-tanda kesepakatan universal. Setiap abad terlihat menciptakan dan merekonstruksi tubuh menurut gambaran dan pendapatnya sendiri; karenanya sekarang terdapat banyak paradigma mengenai tubuh; yang saling bersaing, melengkapi, atau bertentangan. Tak diragukan lagi, redefinisi kebertubuhan akan terus berlanjut dalam abad dua puluh satu (Anthony Synnott, 2007:51-57).
Dalam Sejarah Seksualitas-nya Foucault juga menjelaskan tentang “ledakan besar” wacana-wacana seksualitas, misalnya di dunia medis, psikiatris dan teori pendidikan. Tesis dasar buku ini adalah bahwa seksualitas bukanlah realitas alamiah melainkan produk sistem wacana dan praktik yang membentuk bagian-bagian pengawasan dan kontrol individu yang semakin intensif. Foucault mengatakan bahwa pembebasan itu pada kenyataannya merupakan bentuk perbudakan, karena seksualitas yang tampak “alamiah” itu sebenarnya merupakan produk dari kekuasaan.
Tujuan utama Foucault adalah mengkritik cara masyarakat modern mengontrol dan mendisiplinkan anggota-anggotanya dengan mendukung klaim dan praktik pengetahuan ilmu manusia: kedokteran, psikiatri, psikologi, kriminologi dan sosiologi. Ilmu manusia telah menetapkan norma-norma tertentu dan noram tersebut direproduksi serta dilegitimasi secara terus-menerus melalui praktik para guru, pekerja sosial, dokter, hakim, polisi dan petugas administrasi. Ilmu manusia menempatkan manusia menjadi subyek studi dan subyek negara. Terjadi ekspansi sistem administrasi dan kontrol sosial yang dirasionalkan secara terus-menerus (Sarup, 1993: 108-110).
Pemikiran Foucault tentang seksualitas dan kekuasaan menjadi pemikiran penting untuk menganalisis kondisi ketimpangan serta relasi kuasa yang tidak seimbang dalam masyarakat. Termasuk juga tentang seksualitas dan kesehatan kaum perempuan. Sebagaimana tertulis dalam buku tentang Sejarah Seksualitas, Foucault mendiskusikan cara-cara perempuan dan kaum homoseksual melakukan perlawanan atas penolakan yang mereka terima dari masyarakat (Agger, 2007: 351).
Melalui pemikiran Gramsci, Bourdieu dan Foucault kita dapat melihat bagaimana bekerjanya sistem simbol, kekuatan simbolik, seksualitas dan kekuasaan yang berada dibalik berbagai diskursus yang melandasi kebijakan serta praktik-pratik layanan publik. Termasuk bekerjanya kekuatan sistem simbol dalam layanan kesehatan reproduksi perempuan. Dikatakan bahwa makna tubuh perempuan dan cara pandang tentang tubuh perempuan adalah semata-mata sebagai tubuh biologis patologis, dan dilihat dari sudut pandang laki-laki. Adanya cara pandang dalam kedokteran dan layanan kesehatan yang menganggap bahwa menstruasi, kehamilan, kelahiran, menopause sebagai permasalahan biologis patologis. Suatu pandangan yang menyebabkan tekanan berlebihan pada aspek tubuh dan medis fisik dalam praktik layanan kesehatan reproduksi perempuan.
Pemikiran Bourdieu, Gramsci, dan Foucault dapat digunakan untuk melakukan analisis kritis trerhadap tubuh, seksualitas dan kesehatan perempuan. Karena kaum perempuan telah mengalami proses internalisasi tentang definisi tubuh perempuan yang mengarah kepada ”denigration of the female body”, yang membuat perempuan takut, malu atau merasa jijik terhadap bagian-bagian tertentu dari tubuhnya dalam proses yang sebenarnya sangat alamiah seperti menstruasi, melahirkan dan menopause, dan menempatkan sebagai bagian dari kondisi kesehatan yang membutuhkan treatment medis. Tidak mengherankan apabila sebagian besar dari kita termasuk praktisi kesehatan mempercayai, dan bahkan mengesahkan proses medikalisasi terhadap tubuh perempuan, bahkan sejak sebelum lahir (Northrup, 2002: 11).
Dalam pemikiran filsafat kontemporer, seks dan seksualitas manusia adalah konstruksi sosial/kultural dari masyarakat yang bersangkutan, sebab kedua hal tersebut baru mendapat maknanya yang dibentuk oleh jaringan-jaringan sosial dalam kehidupan manusia. Dalam hal Foucault membangun konsep pemikiran mengenai pembentukan seksualitas dalam jaringan-jaringan kekuasaan. Foucault menolak pewacanaan seks dalam seksualitas yang merumuskan kedua hal tersebut dalam pengertian-pengertian yang negatif maupun destruktif. Sebagai konstruksi sosial, seksualitas mempunyai pluralitas makna yang menandakan bahwa adanya berbagai seksualitas dengan kebenarannya masing-masing. Makna-makna ini akan selalu berubah, bersifat cair, seiring dengan perubahan yang terjadi dalam nilai-nilai masyarakat (dalam Syarifah, 2006).
Saatnya untuk membuat perubahan! Misalnya, perubahan untuk memperbaiki kualitas hidup perempuan, khususnya kondisi kesehatan perempuan yang masih ditandai berbagai kerentanan, antara lain ditandai dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI). AKI di Indonesia saat ini menunjukkan posisi 307 per 100.000 kelahiran. Perubahan dalam konsep dan kerangka pikir dalam upaya menekan AKI dapat dilaksanakan dengan menerapkan pemikiran Foucault tentang seksualitas dan kekuasaan, atau menerapkan pemikiran Gramsci dan Bourdieu, untuk membongkar deskripsi mengenai pengaturan politik tubuh dalam, melalui, dan atas tubuh fisik. Di mana kekuasaan berakar di dalam kekuasaan atas tubuh (biopower) dan di dalam setiap aktivitas kecil mikrokopik tubuh (mikrofisika, istilah yang diberikan Foucault) dalam setiap institusi politik tubuh.
Pemikiran Foucault misalnya, dapat digunakan juga untuk mendorong perubahan paradigma dalam bidang pendidikan kedokteran serta kebijakan maupun praktik-praktik layanan kesehatan terhadap perempuan yang cenderung mengesahkan proses medikalisasi pada tubuh perempuan. Pola pikir konvensional tentang tubuh dan seksualitas perempuan dapat diubah dengan menggunakan pemikiran filsafat kontemporer yang diwakili antara lain pemikiran Foucault tentang seksualitas dan kekuasaan. Penolakan Foucault terhadap pewacanaan seks dalam seksualitas yang merumuskan kedua hal tersebut dalam pengertian-pengertian yang negatif maupun destruktif, serta konstruksi sosial tentang konsep seksualitas yang diyakini mempunyai pluralitas makna menjadi alterrnatif pemikiran yang perlu dikembangkan. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pemikiran Foucault tersebut pantas untuk dijadikan bahan diskusi penting para ahli dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial dan studi gender, ilmu kedokteran maupun dalam kebijakan sistem kesehatan nasional.
Memasukkan pemikiran Foucault tentang seksualitas dan kekuasaan sebagai amunisi penting untuk menganalisis tubuh dan kesehatan perempuan dalam relasi kuasa yang tidak seimbang, merupakan langkah-langkah strategis yang tak dapat dilepaskan dari pergerakan feminisme. Feminisme berusaha untuk membongkar diskursus atau wacana-wacana yang bersifat misoginis. Pembongkaran suatu wacana seringkali membutuhkan keajegan berpikir, koherensi dan semua ini menurut Arivia (2003:17) memerlukan refleksi filsafat. Melalui refleksi filsafat, akan ditinjau bagaimanakah diskursus tentang tubuh mempengaruhi kesehatan reproduksi dan kualitas hidup perempuan. Pemikiran filsafat tentang tubuh dan kesehatan perempuan belum banyak mendapat tempat dalam filsafat meanstream yang cenderung misoginis. Atas dasar itulah, dirasakan perlu dilakukan kajian secara mendalam tentang tubuh dan kesehatan perempuan dari perspektif filsafat feminis. Dapat dicatat pentingnya kontribusi dari pemikiran tokoh-tokoh lain seperti Simone de Beauvoir, Lacan, Foucault dan juga Derrida.
Melalui berbagai uraian yang telah disampaikan di atas, dapat dikatakan bahwa betapa pentingnya untuk mengkontekstualisasikan pemikiran Foucault, Gramsci dan Bourdieu tentang relasi kekuasaan dan seksualitas, serta kekerasan simbolik di Indonesia, terutama untuk menyingkap lapisan terdalam yang ada dalam nilai-nilai budaya dan menggali makna baru dari dari kelompok marginal. Termasuk juga bagi kelompok perempuan, untuk menggali makna baru dari tubuh dan kondisi kesehatan perempuan.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang pemikiran Bourdieu, Gramsci dan Foucault tentang kuasa simbol, hegemoni budaya , serta seksualitas dan kekuasaan, dalam menganalisis berbagai ketimpangan relasi kuasa dalam kehidupan sehari-hari, dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, pentingnya konsep Kuasa Simbolik yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Pierre Bourdieu, adalah salah satu tokoh pemikir yang memberikan perspektif baru mengenai pertautan kekuasaan dan kekerasan. Dari Bourdieu, kita belajar mengeja isyarat untuk kemudian menguak modus operandi kekuasaan yang terselubung di dalam praktik simbolik bahasa/wacana sehingga melahirkan kekerasan simbolik sebagai sebuah mekanisme sosial untuk mereproduksi kekuasaan.
Kedua, Konsep dominasi dan hegemoni yang digagas Antonio Gramsci merupakan pemikiran yang mempunyai pengaruh penting dewasa ini. Khususnya dalam memotret kegagalan dominasi dan hegemoni kapitalisme dalam mengatasi permasalahan mendasar dalam hal ketidakseimbangan ekonomi, sosial dan politik. Ideology hegemonik dapat membentuk dan mempengaruhi alam pikiran masyarakat, di mana secara sistematis ideology hegemoni “mencekoki” individu dan masyarakat dengan pikiran-pikiran tertentu, bias-bias tertentu, system-sistem preferensi tertentu. Kekuasaan cenderung melakukan hegemoni makna terhadap kenyataan sosial.
Ketiga, Gagasan Foucault tentang kekuasaan yang tersebar memungkinkan kelompok-kelompok marginal, termasuk kelompok perempuan untuk mengeksplorasi dan membongkar permasalahan yang membelenggu kehidupan mereka. Dikatakan bahwa pemikiran Foucault dapat digunakan menjadi alat picu kebangkitan kesadaran akan kolektivitas dan pluralitas peradaban. Foucault, dengan pemikiran filosofisnya, merupakan daya dorong bagi etnis-etnis di Indonesia untuk mengeksplorasi keberadaannya, melalui usaha-usaha menafsirkan kebenaran, membangun sistem makna, serta merumuskan tujuan dan arah hidup, baik secara personal maupun kolektif dengan berpijak pada locam wisdom masing-masing etnis.
Keempat, Pemikiran Bourdieu, Gramsci dan Foucault tentang kekuasaan menjadi pemikiran penting untuk membuat membongkar dan perubahan. Pemikiran mereka dapat digunakan untuk mendorong suatu perubahan paradigma dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara; mendorong perubahan paradigma di dalam ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan, termasuk dalam pendidikan kedokteran; serta mendorong perubahan kebijakan dan program dalam berbagai bidang pembangunan lainnya.

ANGKATAN XXII (bulan purnama) MAPALA UNWIMA


setelah seminggu di godok di bukit manoreh akhirnya kita berhasil melewati tahap diksar...di mana tahap ini sangat mendidik kita untuk menjadi seorang organisatoris yang tidak sekedar handal dalam segi konsep tetapi juga solid dalam merealisasikan konsep yang menjadi visi bersama dalam sebuah komunitas...salam sejahtra dan salam lestari... 

Senin, 12 Desember 2011

INFORMASI TERKINI


KPK Sita Puluhan Juta Rupiah dari R Staf Pengadilan Pajak di Jakarta






Jakarta - KPK menangkap R, seorang staf Pengadilan Pajak di Jakarta, bukan Pengadilan Pajak di Bandung seperti yang disebutkan di berita sebelumnya. Bandung hanya tempat 'eksekusi' penyerahan uang.

"Yang bersangkutan pegawai Pengadilan Pajak di Jakarta, bukan Bandung," jelas juru bicara KPK Johan Budi saat dihubungi detikcom, Selasa (13/12/2011).

Sedang pihak swasta yang ditangkap berinisial R. Dia adalah pegawai PT DAM yang tengah bersengketa pajak di Pengadilan Pajak Jakarta. Keduanya ditangkap pada Senin (12/12) malam.

"Ada kasus di Pengadilan Pajak," jelas Johan.

Hingga saat ini, kedua orang ini masih menjalani pemeriksaan di KPK. Keduanya diboyong ke kantor KPK dini hari tadi. Sementara itu informasi yang dikumpulkan detikcom, dari tangan keduanya KPK menyita uang senilai puluhan juta rupiah.

"Uang itu sebenarnya sebagai fee bagi R," imbuh sumber detikcom yang enggan disebutkan namanya