This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

@bangkuta socius

Rabu, 17 Oktober 2012

Polri vs KPK, (Lagi-Lagi) Kasus Peralihan(?)



Rabu, 17 Oktober 2012 16:42 wib


BERITA perselisihan antara Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan KPK sudah sering terdengar dalam berbagai kasus. Kali ini yang terjadi adalah tentang Novel Baswedan yang ditangkap oleh Polri. Malam itu seluruh media di Indonesia memberitakan dengan gencar. Polri beralasan bahwa penangkapan Novel ini karena kasus delapan tahun yang lalu. Jadi, dari penjelasan Polri, jelas kasus ini jauh dari kasus korupsi. Tetapi jika kita cermati, kasus ini seakan-akan menjadi kasus pengalihan dari kasus korupsi yang semakin banyak terjadi hampir di setiap instansi di Indonesia.

Pertanyaan pertama kali yang muncul adalah mengapa kemudian Polri melakukan                
                                                                              Adrianaswan(foto: dok. pribadi)
penangkapan berdasarkan kasus yang sebenarnya sudah lama terjadi? Kemudian, mengapa penangkapan tersebut bertepatan dengan kasus perselisihan Polri dan KPK yang sedang memanas serta di saat banyak kasus korupsi yang tak kunjung jelas nasib para tersangkanya? Rakyat seakan dibuat terpaku dengan kasus ini, agar terus menerus membahasnya hingga terkesan lupa dengan kasus-kasus lain yang lebih besar?

Polri dan KPK memang dua badan yang sangat berperan di Indonesia. Rakyat begitu berharap agar keduanya bisa bekerjasama dalam menyelesaikan segala problematika yang terjadi di Indonesia. Ketika kasus Novel booming, harapan yang tetap adalah semoga kasus ini tidak kemudian menghambat KPK untuk tetap fokus pada kasus-kasus besar yang masih belum selesai hingga saat ini. Seperti kasus-kasus pengalihan yang sebelumnya terjadi, lambat laun kasus ini pun mulai reda pemberitaannya. Bisa jadi Novel Baswedan hanyalah korban dari kasus peralihan ini.

Segala prasangka begitu saja muncul di benak rakyat. Polri disalahkan, dan presiden pun mengatakan bahwa tindakan yang diambil Polri bukan tindakan yang tepat. Banyak pihak yang terjebak dengan opini mengenai kasus ini. Segala anggapan datang berbeda-beda dari berbagai pihak. Jika diperhatikan, berita yang tersaji tentang kasus ini pun tidak mengalami perkembangan signifikan dan terkesan selalu mengungkit masa lalu. Artinya, memang belum ada langkah konkret dalam kasus ini yang membuat rakyat terus bertanya-tanya sampai manakah nantinya kasus ini mencuat?

Rasanya, perseteruan kedua institusi yang seharusnya bersinergi dalam memberantas korupsi ini tidak akan menemui titik tengah sebelum Polri dan KPK benar-benar mau maju bersama memberantas korupsi tanpa termakan kasus-kasus pengalihan lainnya. Sejujurnya, kasus ini justru melegakan para tersangka koruptor karena media tidak seketat biasanya menjadi pengawas bagi kasus mereka. Lagi-lagi, kasus ini seolah-olah menjadi kasus pengalihan dari kasus-kasus yang terjadi dan belum selesai.

Banyak pihak yang memberikan dukungan penuh hingga melakukan aksi-aksi sebagai bentuk dukungannya. Banyak pula media yang meliput aksi-aksi tersebut. Lagi-lagi, para koruptor justru diuntungkan karena kasus Novel Baswedan berhasil memalingkan fokus masyarakat yang sebelumnya sangat ketat mengikuti berita tentang kasus korupsi. Walaupun pengalihan tersebut bersifat sementara, namun waktu yang relative pendek tersebut tetap mempunyai peluang apa saja dalam kasus besar yang kurang di sorot saat ini.

Kasus pengalihan dapat memberi peluang bagi para tersangka kasus besar yang masih dalam proses hukum. Rakyat dan media yang biasanya menjadi pengawas luas bagi para tersangka sedang disibukkan dengan kasus Novel Baswedan dan aksi-aksi dukungan untuk KPK. Bukan solusi yang didapat, namun fokus yang pecah secara perlahan membuat rakyat lupa akan banyak hal yang belum terselesaikan.

Sebagai generasi muda, dalam segala kasus hukum yang terjadi di Indonesia memang kita hanya bisa menjadi pengamat dan menunjukkan dukungan kepada pihak yang menurut kita benar dengan cara melakukan berbagai aksi. Selebihnya, kita tidak bisa masuk secara langsung dalam penanganan kasus-kasus yang terjadi. Oleh karena itu, rakyat dan media harus tetap fokus melakukan pengawasan terhadap kasus-kasus yang belum selesai tanpa harus dikaburkan oleh kasus baru yang belum jelas titik terangnya.

Film Innocent Of Muslim: Kebebasan yang Kebablasan



Hadirnya film bertajuk “Innocent Of Muslim” telah memancing berbagai polemik, kontroversi serta kemarahan umat Islam di seluruh dunia. Tercatat Chris Stevans, Dubes Amerika Serikat untuk Libya tewas sebagai “tumbal” dari pemutaran film yang melecehkan Nabi Saww itu.
Kita tak perlu melihat isi film itu secara keseluruhan, yang menurut sutradaranya “menggambarkan Islam apa adanya”, hanya dengan penggambaran sosok Nabi Saww-pun, kita telah dapat menilai bahwa betapa film itu sangat melecehkan agama Islam dan Nabi Muhammad Saww -khususnya. Sebab, dalam Islam, penggambaran atau visualisasi sosok Nabi Saww sangat dilarang dengan berbagai alasan. (Lihat artikel saya di Kompasiana, “Heboh Gambar Nabi di Solo”).
Hadirnya film itu juga melengkapi berbagai hujatan dan hinaan terhadap Nabi Saww yang marak terjadi pasca tragedi 11 September 2001. Pada medio 2005, misalnya, harian “Jyllands Posten”, Denmark, membuat karikatur Nabi Muhammad Saww. Nabi, di kartun itu, digambarkan sebagai pria yang haus darah, tahta dan wanita. Bahkan salah satu karikaturnya menggambarkan Nabi Saww yang memegang senjata laras panjang dengan sikap siaga satu. Mirip seorang teroris yang tengah beraksi.
Kemudian, pada medio 2008, politisi Belanda yang juga Ketua Partai Kebebasan (Partij voor de Vrijheid), Greet Wilders membuat film bertajuk “Fitna”, yang kemudian ditayangkan di situs Youtube. Sama dengan film “Innocent Of Muslim”, “Fitna”-pun sangat melecehkan Nabi Muhammad Saww.
Tak pelak berbagai pelecehan terhadap Nabi Muhammad Saww itu memantik reaksi yang keras dari umat Islam di seluruh dunia. Namun, sungguh disayangkan, berbagai pelecehan terhadap Islam, Nabi dan simbol-simbol yang disakralkan oleh umat Islam justru dapat melenggang bebas dengan atas nama kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Sungguh, hal ini berbanding terbalik dengan kasus foto Pangeran Harry yang sedang memakai seragam milter Nazi lengkap dengan simbolnya. Foto yang dimuat oleh tabloid “The Sun” pada terbitan Januari 2005 itu segera saja memancing reaksi keras. Foto sang Pangeran dianggap melukai hati orang Yahudi, yang pernah dibantai oleh Nazi. Segera saja semua pihak yang terkait meminta maaf, baik dari keluarga Kerajaan hingga pihak tabloid “The Sun” atas dimuatnya foto Pangeran Harry tersebut.
Atau yang terbaru ialah foto Pangeran Harry yang sedang berpose telanjang bulat di salah satu hotel di Las Vegas. Keluarga kerajaan segera bereaksi dengan meminta dewan pers Inggris agar melarang seluruh media massa di Inggris untuk memuat foto bugil sang Pangeran.
Apa yang ditampakkan oleh dua kasus Pangeran Harry itu sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang harus diterima oleh umat Islam. Umat ini seolah ditodong oleh senjata bernama “kebebasan pers” dan “kebebasan berekspresi”. Hal yang tidak “ditodongkan” kepada dua kasus Pangeran Harry di atas.
Jika kasus foto Pangeran Harry dengan seragam militer Nazi telah dianggap melukai hati orang Yahudi, lalu bagaimana dengan film “Innocent Of Muslim”, yang jelas-jelas mem-visualkan sosok Nabi serta menggambarkan sosok Nabi Saww secara serampangan dan jauh dari fakta sejarah, kira-kira luka apa yang harus ditanggung oleh umat Islam ketika sosok Nabi Saww, yang sangat dimuliakan dan dicintai, harus menyaksikan digambarkan sebagai sosok haus darah, pedofilia bahkan homoseksual?.
Apakah ini yang dinamakan “kebebasan pers” dan “kebebasan berekspresi”?. Mengapa hal itu tidak berlaku untuk sang Pangeran dan hanya berlaku bagi kami, umat Islam. Apakah makna “kebebasan” harus dipaksa ditelan oleh kami, umat Islam yang dilukai oleh hadirnya film-film yang menghina Nabi Saww. Sementara hal itu tidak berlaku untuk “bugil”-nya sang Pangeran?.
Jika demikian adanya, maaf, kami harus mengatakan bahwa kebebasan versi penghujat Nabi Saww dan Islam adalah kebebasan yang kebablasan. Alih-alih memadamkan api radikalisme, kita justru menyemainya sehingga tumbuh dengan subur.
Tapi kami tak akan melakukan aksi anarkis atau ter-provokasi oleh film “sampah” itu. Sebab, Islam adalah “Rahmah Lil A’lamin”. Dan Nabi kami, Rasullullah Saww mengajarkan apa makna dan arti dari kata “Rahmat” itu sendiri. Sekaligus membuktikan bahwa apa yang dituduhkan kepada Islam, yang haus darah, adalah salah dan bualan belaka, yang hanya cocok sebagai dongeng penghantar tidur bagi anak-anak.

Film Innocent of Muslim Wujud Ketakutan Barat




foto: dok Okezone
foto: dok Okezone
DEPOK - Peneliti Kajian Budaya Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati menilai, filmInnocent of Muslim diluncurkan sebagai upaya negara barat untuk mendeskreditkan Islam. Upaya itu sudah ada sejak kasus 9 September 2001 di World Trade Center (WTC) Amerika Serikat.

Devie menilai melalui film tersebut bisa menunjukkan ketakutan negara barat terhadap kemajuan Islam. Sejak tahun 2001, banyak hal yang berdampak kepada kehidupan negara barat khususnya Amerika Serikat.

“Ini ketakutan bangsa barat terhadap Islam, memang seperti dua sisi mata uang, pertama bisa mendorong warga Amerika Serikat mau tahu tentang islam seperti apa dan mempelajarinya jadi lebih dekat dengan islam, atau memang menuding Islam buruk,” katanya kepada Okezone, Minggu (16/09/12).

Selama ini, tambahnya, proses menjelek-jelekkan Islam sudah dimulai melalui pembuatan karikatur hingga melalui film. Baginya, dari segi komunikasi budaya, hal ini membuat umat Islam perlu kerja keras untuk menciptakan standar ganda menghadapi hinaan mereka.

“Karena bagi bangsa Barat, hal ini direspon dengan cepat. Ini ekpsresi biasa dari masyarakat biasa. Sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar, bisa dimulai dari Indonesia. Bagaimana bisa menunjukkan dirinya bahwa hinaan itu salah, direspon dengan komunikasi lain, jangan dibalas dengan kekerasan,” paparnya.

Selama ini, kata dia, Amerika Serikat selalu mengaitkan Islam dengan teroris. Padahal, kata dia, teroris di Indonesia bukan berlatarbelakang Islam, tetapi ada unsur kesenjangan ekonomi di dalamnya.

“Bagaimana Indonesia mempunyai peran strategis. Islam bukan hanya Arab, tunjukkan bahwa Islam hangat, Islam adalah jalan hidup. Memang di Indonesia Islam tak lepas dengan isu teroris, tapi kita lihat kan ada persoalan ekonomi juga yang melatarbelakangi,” tandasnya.
(trk)

Rabu, 03 Oktober 2012



                at 05.00 pm I started to get up, and then my morning prayers, after which I then resting for a moment and then I shower, then I had breakfast in the morning and getting ready to leave for college with motorcycle transport, in college I attend campus activities as appropriate, until the time is completed and I also gained back into the rented home, when he got in my rented resting for a moment and then I ate after my break, opening and reading a book, after waking up I was doing normal activities such as cleaning the room, and the room is rented, then home, shower and so forth.
it is activity to do on a typical day except Sunday, at the regular Sunday my friends and neighbors work together to clean the rented rooms and home pages.
That's a little story about my daily activities