@bangkuta socius

Rabu, 17 Oktober 2012

Film Innocent Of Muslim: Kebebasan yang Kebablasan



Hadirnya film bertajuk “Innocent Of Muslim” telah memancing berbagai polemik, kontroversi serta kemarahan umat Islam di seluruh dunia. Tercatat Chris Stevans, Dubes Amerika Serikat untuk Libya tewas sebagai “tumbal” dari pemutaran film yang melecehkan Nabi Saww itu.
Kita tak perlu melihat isi film itu secara keseluruhan, yang menurut sutradaranya “menggambarkan Islam apa adanya”, hanya dengan penggambaran sosok Nabi Saww-pun, kita telah dapat menilai bahwa betapa film itu sangat melecehkan agama Islam dan Nabi Muhammad Saww -khususnya. Sebab, dalam Islam, penggambaran atau visualisasi sosok Nabi Saww sangat dilarang dengan berbagai alasan. (Lihat artikel saya di Kompasiana, “Heboh Gambar Nabi di Solo”).
Hadirnya film itu juga melengkapi berbagai hujatan dan hinaan terhadap Nabi Saww yang marak terjadi pasca tragedi 11 September 2001. Pada medio 2005, misalnya, harian “Jyllands Posten”, Denmark, membuat karikatur Nabi Muhammad Saww. Nabi, di kartun itu, digambarkan sebagai pria yang haus darah, tahta dan wanita. Bahkan salah satu karikaturnya menggambarkan Nabi Saww yang memegang senjata laras panjang dengan sikap siaga satu. Mirip seorang teroris yang tengah beraksi.
Kemudian, pada medio 2008, politisi Belanda yang juga Ketua Partai Kebebasan (Partij voor de Vrijheid), Greet Wilders membuat film bertajuk “Fitna”, yang kemudian ditayangkan di situs Youtube. Sama dengan film “Innocent Of Muslim”, “Fitna”-pun sangat melecehkan Nabi Muhammad Saww.
Tak pelak berbagai pelecehan terhadap Nabi Muhammad Saww itu memantik reaksi yang keras dari umat Islam di seluruh dunia. Namun, sungguh disayangkan, berbagai pelecehan terhadap Islam, Nabi dan simbol-simbol yang disakralkan oleh umat Islam justru dapat melenggang bebas dengan atas nama kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Sungguh, hal ini berbanding terbalik dengan kasus foto Pangeran Harry yang sedang memakai seragam milter Nazi lengkap dengan simbolnya. Foto yang dimuat oleh tabloid “The Sun” pada terbitan Januari 2005 itu segera saja memancing reaksi keras. Foto sang Pangeran dianggap melukai hati orang Yahudi, yang pernah dibantai oleh Nazi. Segera saja semua pihak yang terkait meminta maaf, baik dari keluarga Kerajaan hingga pihak tabloid “The Sun” atas dimuatnya foto Pangeran Harry tersebut.
Atau yang terbaru ialah foto Pangeran Harry yang sedang berpose telanjang bulat di salah satu hotel di Las Vegas. Keluarga kerajaan segera bereaksi dengan meminta dewan pers Inggris agar melarang seluruh media massa di Inggris untuk memuat foto bugil sang Pangeran.
Apa yang ditampakkan oleh dua kasus Pangeran Harry itu sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang harus diterima oleh umat Islam. Umat ini seolah ditodong oleh senjata bernama “kebebasan pers” dan “kebebasan berekspresi”. Hal yang tidak “ditodongkan” kepada dua kasus Pangeran Harry di atas.
Jika kasus foto Pangeran Harry dengan seragam militer Nazi telah dianggap melukai hati orang Yahudi, lalu bagaimana dengan film “Innocent Of Muslim”, yang jelas-jelas mem-visualkan sosok Nabi serta menggambarkan sosok Nabi Saww secara serampangan dan jauh dari fakta sejarah, kira-kira luka apa yang harus ditanggung oleh umat Islam ketika sosok Nabi Saww, yang sangat dimuliakan dan dicintai, harus menyaksikan digambarkan sebagai sosok haus darah, pedofilia bahkan homoseksual?.
Apakah ini yang dinamakan “kebebasan pers” dan “kebebasan berekspresi”?. Mengapa hal itu tidak berlaku untuk sang Pangeran dan hanya berlaku bagi kami, umat Islam. Apakah makna “kebebasan” harus dipaksa ditelan oleh kami, umat Islam yang dilukai oleh hadirnya film-film yang menghina Nabi Saww. Sementara hal itu tidak berlaku untuk “bugil”-nya sang Pangeran?.
Jika demikian adanya, maaf, kami harus mengatakan bahwa kebebasan versi penghujat Nabi Saww dan Islam adalah kebebasan yang kebablasan. Alih-alih memadamkan api radikalisme, kita justru menyemainya sehingga tumbuh dengan subur.
Tapi kami tak akan melakukan aksi anarkis atau ter-provokasi oleh film “sampah” itu. Sebab, Islam adalah “Rahmah Lil A’lamin”. Dan Nabi kami, Rasullullah Saww mengajarkan apa makna dan arti dari kata “Rahmat” itu sendiri. Sekaligus membuktikan bahwa apa yang dituduhkan kepada Islam, yang haus darah, adalah salah dan bualan belaka, yang hanya cocok sebagai dongeng penghantar tidur bagi anak-anak.

0 komentar:

Posting Komentar