@bangkuta socius

Selasa, 13 Desember 2011

Sosiologi Konflik (2)



Metodologi dalam ilmu sosial yang akan dibahas disini adalah melalui tiga mazhab saja, yaitu positivis, humanis, dan kritis.
< Ilmu Sosial Positivis >

Filsafat modern berkembang melalui dua aliran, pertama yang dibidani oleh Plato yang mengutamakan kekuatan rasio manusia, yaitu pengetahuan murni dianggap dapat diperoleh melalui rasio itu sendiri (apriori). Kedua adalah Aristoteles yang memerhatikan peranan empiris terhadap objek pengetahuan (aposteriori).

< Ilmu Sosial Humanis >
Margaret M. Polona dengan mengutip Cotton (1966) dan Wong (1976) menjelaskan; berbeda dengan sosiologi naturalis atau positivis, sosiologi humanistis bertolak dari tiga isu penting, yaitu pertama, tidak seperti sosiologi naturalis, sosiologi humanistis menerima "pandangan 'common-sense' tentang hakikat sifat manusia, dan mencoba menyesuaikan dan membangun dirinya di atas pandangan itu; kedua, para ahli sosiologi humanis itu yakin bahwa pandangan 'common-sense' tersebut dapat dan harus diperlakukan sebagai premis dari mana penyempurnaan perumusan sosiologi berasal. Dengan demikian, pembangunan teori dalam sosiologi bermual dari hal-hal yang kelihatannya jelas, ada dalam kehidupan sehari-hari dan umum; ketiga, sosiologi humanis 'mengetengahkan lebih banyak masalah kemanusiaan ketimbang usaha untuk menggunakan preskripsi metodologis yang bersumber dalam ilmu-ilmu alam untuk mempelajari masalah-masalah manusia'" (Poloma, 1994 : 10).

Aliran ilmu sosial humanistis memandang bahwa sejarah dan pemahaman terhadap dunia sosial, dunia sehari-hari yang meliputi tindakan dan pemaknaan, bahasa, menjadikan pijakan untuk melihat realitas.

< IIlmu Sosial Kritis >
Ilmu sosial kritis adalah tradisi yang meyakini bahwa ilmuwan sosial mempunyai kewajiban moral mengajak dalam melakukan kritik masyarakat. Kepentingan teori sosial adalah emansipasi yang membebaskan masyarakat dari kekejaman struktur sosial menindas. Mereka menolak memisahkan analisis dari pertimbangan dan fakta dari nilai. Seperti yang disampaikan oleh Hardiman bahwa "Teori kritis hendak menembus realitas sosial sebagai fakta sosiologis, untuk menemukan kondisi-kondisi yang bersifat transendental yang melampauii data empiris. Teori kritis juga bersifat historis dan tidak meninggalkan data yang diberikan oleh pengalaman konstektual. Dengan demikian, teori kritis merupakan dialektika antara pengetahuan yang bersifat transendental dan empiris" (Hardiman, 1990 : 30).


0 komentar:

Posting Komentar